"…Dan
hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya . Jika
salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya
perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang mulia." (QS al-Israa' [17]: 23).
Allah mengajarkan kepada kita agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orang
tua. Untuk mengatakan kepada keduanya "ah" ( perkataan yang dapat menyakiti
hati keduanya ) saja kita tidak diperkenankan apalagi yang lebih dari itu.
Pernah
suatu ketika datang seorang laki-laki kepada Rasulullah saw, ia bertanya kepada
Rasulullah saw," Ya Rasulullah, siapa dari manusia yang paling berhak aku
utamakan? Rasulullah saw bersabda "Ibumu". Laki-laki tersebut
bertanya kembali, "kemudian siapa lagi?" Rasulullah saw bersabda,
"kemudian ibumu". Laki-laki tersebut betanya kembali, "kemudian
siapa lagi?" Rasulullah bersabda, "kemudian ibumu".
"Kemudian siapa lagi?" Rasulullah bersabda, "kemudian
ayahmu". (HR Muslim ).
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya "Al-Jami'ul Al-Ahkamil Qur'an"
mangatakan bahwasanya hadits tersebut menunjukan tiga kecintaan dan pengorbanan
seorang ibu. Ketiga perakara itu, pertama adalah pengorbanan seorang ibu ketika
dalam keadaan hamil, kedua adalah pengorbanan ketika melahirkan, dan ketika
adalah pengorbanan ketika menyusui serta mendidik anak. Ketiga perkara tersebut
dilakukannya seorang diri.
Ada beberapa alasan mengapa seorang ibu memiliki hak tiga kali lipat lebih
besar daripada seorang bapak. Pertama, seorang ibu menanggung berbagai
kesusahan, baik ketika mengandung maupun melahirkan. Bahkan, ketika anaknya
sudah berumur empat puluh tahun pun, perhatian seorang ibu tidak pernah berhenti,
ia terus mendoakan anaknya (QS Al-Ahqaf [46]: 15).
Kedua, kesusahan ketika mengandung itu bertambah dan semakin bertambah (QS
Luqman [31]: 14).
Ketiga, kesusahan seorang ibu mencapai puncaknya ketika hendak melahirkan.
Alquran memberi gambaran betapa sakit waktu melahirkan dengan ungkapan bahwa
Maryam binti Imran menginginkan kematian atau menjadi barang yang tidak berarti
(QS Maryam [19]: 23).
Keempat, setelah melahirkan, kewajiban ibu belum selesai. Ia harus menyusui dan
merawat anaknya. Ia tidak akan pernah merasa tenang jika keselamatan dan
kenyamanan sang anak terancam. Hal ini seperti ibu dari Nabi Musa AS ketika ia
diperintahkan Allah untuk menghanyutkan anaknya di sungai (QS Alqashash [28]:
7-13).
Empat perkara ini cukup menjelaskan mengapa Allah dan Rasul-Nya menempatkan
derajat ibu lebih tinggi daripada bapak. Bahkan, surga--sebagai sebaik-baik
tempat kembali bagi manusia sesudah mati--diasosiasikan berada di bawah telapak
kaki seorang ibu.